Draf 1 (naskah belum
direviu dan disunting)
12 Desember 2013
ALIRAN STRUKTURAL FERDINAND DE SAUSSURE
DALAM LINGUISTIK
Oleh:
Alfi Rizqoh (137835010)
Fibetti K. Fitroh (137835012)
Novita Dwi Indriyani (137835038)
Abstrak
Perbedaan
utama yang paling
mecolok antara dua abad yang lalu adalah peningkatan yang pesat dalam
linguistik deskriptif yng
mencapai kedudukannya yang kuat dewasa ini
dikontraskan dalam linguistik historis. Tokoh sentral dalam perubahan
sikap dari abad k-19 ke abad k-20 adalah pakar
linguistik kebangsaan Swiss
yang
bernama Ferdinand
de Saussure. Secara historis, gagasan-gagasan Saussure dapat dibagi
menjadi 3 kelompok. Pertama, memformalisasikan
dan mengeksplisitkan sesuatu yang diasumsikan atau diabaikan oleh pakar-pakar linguistik sebelumnya (sinkronik
dan diakronik). Kedua, membedakan komptensi
linguistik
penutur dengan peristwa sebenarnya atau data linguistik (ujara), sebagai langue dan parole. Ketiga, bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang saling terkait,
yaitu unsur leksikal, gramatikal, dan fonologi, dan bukan sebagai suatu
kumpulan kesatuan yang dapat berdiri sendiri.
(Robins, 1995:280-281)
Fokus dalam penulisan
ini adalah pembahasan mengenai ciri-ciri, keunggulan dan
kelemahan, serta analisis kalimat berdasarkan aliran struktural yang
dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure. Sedangkan dengan tujuan untuk mendeskripsikan ciri-ciri, keunggulan dan
kelemahan, serta analisis kalimat berdasarkan aliran struktural yang
dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure.
Metode yang digunakan adalah metode dokumentasi yang diperoleh dari beberapa
referensi tentang sejarah linguistik struktural. Hasil penulisan ini antara lain (1) tokoh
dan peran aliran struktural; (2) ciri-ciri aliran struktural; (3) kelebihan dan kekurangan linguistik struktural; dan
(4) analisis kalimat berdasarkan aliran struktural Ferdinand de Saussure. Penulisan ini diharapkan dapat bermanfaat
secara teoretis, yaitu untuk pengembangan ilmu linguistik pada umumnya, dan macam-macam aliran linguistik pada khususnya. Selain itu
diharapkan bermanfaat secara praktis untuk mahasiswa sebagai pengembangan
pengetahuan tentang sejarah linguistik tradisional.
Kata kunci : linguistik, struktural, tokoh,
aliran
A. Pendahuluan
Latar belakang abad ke-19 yang merupakan masa
pendeggwasaan imuwan-ilmuwan pada permulaan
abad ke-20, telah ditinjau dan
ada 3 corak pemikiran utama yang yang
dapat dibeda-bedakan; (1) tradisi berkelanjutan, kajian gramatikal dan
linguistik yang dilanjutkan oleh
ilmuwan-ilmuwan Eropa dengan cara yang berbeda-beda sejak zaman kuno; (2) apresiasi progresif ilmu
pengetahuan linguistik India, terutama dalam
bidang fonetik dan fonologi; dan (3) pengasimilasian
ilmu pengetahuan linguistik terutama sebagai
ilmu yang berorientasi historis, ke dalam sikap-sikap, komparatisme, evolusionisme,
abad ke-19 dan positifisme ilmu
pengetahuan alam.
(Robins, 1995:278)
Perbedaan utama yang paling mecolok antara dua
abad yang lalu adalah peningkatan yang pesat dalam
linguistik deskriptif yng
mencapai kedudukannya yang kuat dewasa ini
dikontraskan dalam linguistik historis. Tokoh sentral dalam
perubahan sikap dari abad k-19 ke abad k-20 adalah pakar
linguistik kebangsaan Swiss
yang bernama Ferdinand de Saussure. (Robins,
1995:280)
Secara historis, gagasan-gagasan Saussure dapat dibagi
menjadi 3 kelompok. Pertama, memformalisasikan
dan mengeksplisitkan sesuatu yang
diasumsikan atau diabaikan oleh pakar-pakar
linguistik sebelumnya, yaitu 2 dimensi mendasar dan esensial dari kajian
linguistic. Dua dimensi mendasar tersebut
yaitu
sinkronik yang memperlakukan bahasa-bahasa sebagai sistem lengkap
komunikasi pada suatu saat tertentu dan diakronik
yang memperlakukan factor-faktor
pengubah yang mempengaruhi bahasa pada suatu kurun waktu diperlakukan secara
historis. Sinkronik atau deskrptif, dan diakronik atas historis. Kedua,
Saussure membedakan komptensi
linguistik penutur dengan
peristwa sebenarnya atau data linguistik (ujara), sebagai langue dan parole. Ketiga, bahwa setiap langue harus dilihat dan dideskripsikan secara sinkronik sebagai suatu sistem unsur-unsur yang saling terkait, yaitu
unsur leksikal, gramatikal, dan fonologi, dan bukan sebagai suatu kumpulan
kesatuan yang dapat berdiri sendiri.
(Robins, 1995:280-281)
Gagasan terpenting
yana dimunculkan De Saussure adalah langue
dan parole. Langue adalah
pengetahuan dan kemampuan bahasa yang bersifat kolektif, yang dihayati bersama
oleh semua warga masyarakat. Sedangkan parole adalah
perwujudan langue pada individu. Eksistensi langue
memungkinkan adanya parole, seperti yang kita ketahui bahwa parole adalah
wicara aktual, cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya.
(George Ritzer, 2004).
Dalam perkembangan bahasa, peran aliran struktural
Ferdinand de Saussure adalah adanya pembakuan dalam penulisan ejaan, dan tanda
baca. Di samping itu, tata bahasa indonesia baku, yang berisi tentang tata
penulisan kalimat, dan struktur bahasa Indonesia baku. Begitu pun pengadaan kamus,
baik kamus umum maupun kamus khusus (kamus istilah), kata serapan dan
sebagainya. Contoh dalam ketentuan penulisan kalimat,
bahwa setiap kalimat diawali huruf kapital dan diakhiri tanda baca. “Adik
membeli pisang.” Kalimat ini menyatakan bentuk berita, karena secara jelas
dengan tanda baca yang digunakan. Ini merupakan implikasi dari ciri-ciri
linguistik tersebut.
B.
Ciri-ciri
Aliran Struktural Ferdinand de Saussure
Aliran struktural ini berusaha
mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri sifat khas yang dimiliki bahasa. Linguistik aliran strukturalis berkembang setelah adanya konsep dan pandangan baru yang
dikemukakan oleh Ferdinand de Saussure dalam bukunya Course de Linguistique
Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles
Bally dan Albert Sechehay tahun 1915. Pandangan
tersebut berbicara mengenai
konsep pilahan dikotomis, yaitu (1)
telaah sinkronik dan diakronik, (2) perbedaan langue dan parole, (3)
perbedaan significant dan signifie, serta (4)
hubungan sintagmatik dan paradigmatik banyak
berpengaruh dalam perkembangan linguistik. Berkat
teorinya konsep dan pandangannya mengenai studi bahasa tersebut, Ferdinand de
Saussure dikenal sebagai Bapak Linguistik Modern. Berikut akan dijelaskan
secara singkat mengenai konsep pilahan dikotomis dalam studi bahasa menurut
pandangan Ferdinand de Saussure.
1.
Sinkronik dan Diakronik
Menurut Chaer (1994:37), telaah sinkronik adalah
mempelajari suatu bahasa pada suatu kurun waktu saja. Sedangkan telaah diakronik adalah telaah bahasa sepanjang masa atau
sepanjang zaman bahasa itu digunakan oleh penuturnya. Pernyataan tersebut sejalan dengan Kencono
(1982: 131) yang menyatakan bahwa pembahasan
diakronis dapat diartikan sebagai
pembahasa bahasa yang terjadi dari waktu ke waktu, sedangkan sinkronis
merupakan studi bahasa yang dilakukan dalam waktu tertentu saja. Berdasarkan pendapat kedua tokoh tersebut, dapat
disimpulkan bahwa sinkronik mengaji bahasa pada waktu tertentu tanpa melihat
sejarah bahasa tersebut. Sedangkan diakronik mengaji bahasa dengan melibatkan
keadaan-keadaan bahasa sebelumnya. Dengan
kata lain, diakronik membahas bahasa berdasarkan urutan
waktu sejak bahasa tersebut digunakan hingga sekarang,
sedangkan sinkronik mengaji bahasa pada satu periode.
2.
Langue dan Parole
Selain
sinkronik dan diakronik, langue dan parole juga merupakan pilahan dikotomis Ferdinand de Sausure. Langue merupakan keseluruhan sistem
tanda (signe) yang berfungsi sebagai
alat komunikasi antara anggota masyarakat bahasa (Oka, 1954:58). Langue
ada di dalam otak dan bersifat homogen karena merupakan keseluruhan kebiasaan
yang diperoleh secara pasif yang diajarkan oleh masyarakat bahasa yang
memungkinkan penutur bisa saling memahami. Dengan
adanya langue itulah,
maka terbentuk masyrakat ujar, yaitu masyarakat yang menyepakati aturan-aturan
gramatikal, kosakata, dan pengucapan. Sedangkan parole adalah pemakaian atau realisasi langue oleh
masing-masing anggota masyarakat bahasa. Dengan kata lain, parole merupakan bentuk bahasa secara konkret. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa langue dan parole merupakan dua aspek yang saling
berhubungan dan tak terpisahkan.
Pendapat Oka tersebut senada dengan Samsuri
(1988:15) yang menyatakan, bahwa langue
bersifat abstrak, sedangkan parole
bersifat konkret. Kencono juga turut nebdukung kedua pendapat tersebut,
seperti yang terlihat pada kutipan di bawah ini.
Pembedaan
lain yang dilakukan oleh Sausure adalah pembedaan antara langue dan parole. Yang
pertama adalah keseluruhan sosial tanda (signe)
yang berfungsi sebagai alat komunikasi antara para anggota suatu masyarakat
bahasa yang bersifat abstrak. Yang kedua adalah pemakaian langue oleh
masing-masing anggota masyarakat bahasa sifatnya konkret karena parole tidak lain merupakan realitas
fisis yang berbeda antara orang satu dengan yang lain. (Kencono, 1982:
132)
Kedua pernyataan Samsuri dan Kencono tersebut sejalan
dengan pemikiran Ferdinand de Sausure yang menyatakan, bahwa “Langue dan parole sebagai pembeda antara bahasa sebagai sosial yang bersifat
sosial dan bahasa sebagai
sebagai ujaran yang bersifat perseorangan, dan langue bersifat abstrak, sedangkan parole bersifat konkret” (dalam
Samsuri 1988: 15).
De Saussure juga menegaskan, bahwa “langue adalah
keseluruhan sosial tanda yang berfungsi sebagai alat komunikasi verbal antara
para anggota suatu masyarakat bahasa yang bersifat abstrak, sedangkan parole
merupakan realisasi langue oleh masing-masing anggota masyarakat yang bersifat
konkret (dalam Chaer. 1994: 347).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat
ditarik simpulan bahwa langue
bersifat abstrak, sedangkan parole bersifat konkret. Dengan kata lain, langue adalah abstraksi bahasa, sedangkan parole adalah
objek konkret dari abstraksi bahasa tersebut. Jika dilihat dari sudut pandang segitiga semantik, maka langue adalah lambing dan parole adalah
referen dari lambang tersebut.
3.
Signifiant dan Signifie
Ferdinand
de Sausure (dalam Chaer. 1994:348) mengemukakan
teori bahwa setiap tanda atau tanda sosialcan (signe atau signelinguistique)
dibentuk oleh dua buah komponen yang tidak terpisahkan, yaitu komponen sosialcant dan komponen signifie. Signifiant adalah citra bunyi yang timbul dalam pikiran kita,
sedangkan signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran
kita. Kedua sosial tersebut tak terpisahkan
seperti dua sisi selembar kertas yang didasari konvensi dalam kehidupan sosial.
4.
Sintagmatik dan
Paradigmatik
Ferdinand de Saussure (Chaer, 1994:349) membedakan adanya
dua macam hubungan dalam hubungannya dengan studi bahasa, yaitu hubungan
sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Hubungan sintagmatik adalah hubungan
antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan, yang tersusun secara berurutan, dan bersifat linier. Sedangkan
hubungan paradigmatik adalah hubungan
antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu tuturan dengan unsur-unsur yang
sejenis yang tidk terdapat dalam tuturan yang bersangkutan.
Chaer (1994:349) memperjelas lagi mengenai pembagian
sintagmatik yang terdapat, baik dalam tataran fonologi, morfologi, maupun
sintaksis. Hubungan sintagmatik pada tataran fonologi tampak pada urutan
fonem-fonem pada sebuah kata yang tidak dapat diubah tanpa merusak makna kata
itu. Hubungan sintagmatik pada tataran morfologi tampak pada urutan
morfem-morfem pada suatu kata, yang juga tidak dapat dubah tanpa merusak makna
dari kata tersebut. Sedangkan hubungan sintagmatik pada tataran sintaksis
tampak pada urutan kata-kata yang mungkin dapat diubah, tetapi mungkin tidak
juga tidak dapat diubah tanpa mengubah makna dari kata tersebut, atau menyebabkan tak bermakna
sama sekali. Berikut penjelasan singkat mengenai pembagian sintagmatik
tersebut.
a. Pada Tataran Fonologi
Urutan
fonem-fonem pada suatu kata tidak dapat diubah tanpa menimbulkan pemaknaan makna.
Misalnya pada kata (kita) terdapat hubungan fonem-fonem dengan urutan k-i-t-a,
apabila urutannya diubah maka maknanya akan berubah, atau tidak bermakna sama
sekali. Misalnya kata buku dan tidur yang apabila diubah susunannya
maka akan menimbulkan makna yang berubah atau tidak bermakna.
/b/ /u/
/k/ /u/ /t/
/i/ /d/ /u/ /r/
/u/ /b/
/u/ /k/ /r/
/u/ /d/ /i/ /t/
/k/ /u/
/b/ /u/ /d/
/i/ /t/ /u/ /r/
/b/ /u/
/u/ /k/ /d/
/r/ /i/ /t/ /u/
/u/ /k/
/u/ /b/ /t/
/u/ /d/ /i/ /r/
/k/ /u/
/u/ /b/ /i/
/d/ /r/ /u/ /t/
b. Pada Tataran Morfologi
Urutan
morfem-morfem pada satu kata juga tidak dapat diubah tanpa menyebabkan
perbedaan makna, mungkin tidak bermakna sama sekali. Morfem adalah kesatuan bentuk bahasa terkecil
yang mengandung arti dan makna. Misalnya kata saputangan tidak sama dengan tangansapu,
atau kata memberi tidak dapat diubah
menjadi berimem.
c. Pada Tataran Sintaksis
Urutan
kata-kata dalam satu kalimat kadang-kadang dapat diubah tanpa mengubah arti.
Misalnya:
·
Hari ini barangkali dia
sakit
·
Dia sakit barangkali hari
ini
·
Barangkali dia sakit hari ini
Seperti yang terlah disebutkan di atas, bahwa hubungan
paradigmatik adalah hubungan antara unsur-unsur yang terdapat dalam suatu
tuturan dengan unsur-unsur yang sejenis yang tidak terdapat dalam tuturan yang
bersangkutan Chaer (1994:349). Untuk
mengetahuinya dapat dilihat dengan cara substitusi, baik pada tataran fonologi,
morfologi, ataupun sintaksis.
a. Tataran fonologi
Hubungan
paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh di bawah ini.
·
r ata
·
k ata
·
b ata
·
m ata
·
d ata
Dari contoh di atas, dapat dilihat ada
hubungan paradigmatik antara bunyi /r/,
/k/, /b/, /m/, dan /d/ yang terdapat pada kata rata, kata, bata, mata dan data.
b. Tataran morfologi
Hubungan paradigmatik pada tataran fonologi tampak pada contoh di bawah ini.
·
me rawat
·
di rawat
·
pe rawat
·
te rawat
Dari contoh di atas, dapat dilihat ada hubungan
paradigmatik antara prefiks me-, di-,
pe-, dan te- yang terdapat pada
kata-kata merawat, dirawat, perawat, dan
terawat.
c. Tataran sintaksis
·
Ali membaca Koran
·
Dia memakai baju
·
Mereka makan kue
C.
Kelebihan
dan Kekurangan Aliran Struktural Ferdinand de Saussure
Pada
teori linguistik aliran tradisional terdapat kelebihan dan kekurangan di
dalamnya. Hal ini dikarenakan muncul munculnya teori ini lebih kurang pada abad
sebelum masehi. Berikut ini adalah penjelasan dari kelebihan dan kekurangan
teori linguistik aliran tradisional:
Berdasarkan ciri-ciri yang telah disampaikan
dalam subbab sebelumnya, maka pada subbab ini akan dibahas mengenai kekurangan
dan keuungulan aliran Struktural Ferdinand de Saussure. Setiap
aliran pasti memunyai kelemahan dan kelebihan dibandingkan aliran-aliran
lainnya. hal tersebut bergantung pada konteks apa yang akan dibahas. Ada
beberapa aliran struktural lain yang
akan dibahas mengenai perbedaan serta kelemahan dan kelebihan aliran-aliran
tersebut dibandingkan aliran struktural Ferdinand de Saussure.
Aliran Praha menerapkan teori Ferdinand de Saussure kepada
penjabaran konsep fonem. Bunyi-bunyi
bahasa tergolong ke dalam parole, fonem tergolong ke dalam langue. Di dalam mempelajari bahasa sebagai sistem unsur-unsur yang secara internal
berkaitan, pakar-pakar
praha tidak memperlakukan
fonem hanya sebagai
kelompok bunyi atau sebagai suatu alat transkipsi, akan tetapi sebagai satuan fonologi yang kompleks yang diwujudkan oleh bunyi-bunyi bahasa. (Robins, 1995: 86-287)
Apabila dibandingkan dengan aliran Praha,
aliran struktur sebenarnya memiliki persamaan, yaitu sama-sama berhubungan
dengan fonologi dan fonetik. Perbedaannya, aliran Struktural sifatnya lebih
kompleks karena tidak hanya mecakup fonetik dan fonologi, sedangkan aliran
Praha lebih menekankan pada fonetik dan fonologi tersebut. Jadi dapat
disimpulkan, bahwa aliran Praha lebih memfokuskan pada bidang fonologi,
sedangkan alirah struktural lebih luas (tidak hanya fonologi, namun juga dalam
tataran morfologi dan sintaksis.
Glosematika Hjelmslev dapat dianggap sebagai
penekanan teori Ferdinan de Saussure kepada bentuk yang dipertentangkan dengan
substansi di dalam dataran isi (semantik dan tatabahasa) dan di daam dataran
pengungkapan (fonologi) dan mengenai definisi bentuk sebgai antarhubungan
unsur-unsur, keduanya ditarik sampai logika ekstremnya, yaitu analisis ini
harus terlepas dari kriteria ekstra linguistik, dan analisis pengungkapan
(fonologi) harus terlepas dari kriteria fonetik (ekstra linguistik yang
diasumsikan. (Robins, 1995:282)
Aliran
Glosematik yang lahir di Denmark dengan tokohnya Louis Hjemslev (1899 – 1965)
merupakan aliran yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Hjemslev (dalam Chaer, 1994:354) juga
menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan, dan mengakui adanya hubungan
sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Hampir sama dengan struktural Ferdinand
de Saussure, hanya saja aliran ini lebih menekankan pada ilmu bahasa yang
berdiri sendiri.
Menurut
Chaer (1994:354), nama John R. Firth guru besar pada Universitas
London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena
itulah, aliran yang dikembangkannya dikenal dengan nama aliran Prosodi (Aliran Firthian). Aliran ini lebih terfokus pada penentuan arti
dalam tataran fonetis. Aliran Firthian lebih mendalam dalam membahas fonologi
prosodi, sedangkan aliran Struktural lebih luas materi namun kurang mendalam.
Menurut Chaer (1994:356), aliran strukturalis Amerika
dengan tokohnya Leonard Bloomfield lebih
memfokuskan pada taksonomi. Oleh sebab itu, aliran ini disebut aliran
taksonomi. Perbedaan dengan aliran struktural jelas terlihat dari segi bahasan
kedua aliran tersebut. Jika struktural mencakup semuanya, baik fonologi,
morfologi, hingga sintaksis, aliran taksonomi lebih fokus ke analisis kalimat.
Menurut Chaer (1994:356), aliran
Tagmemik yang dipelopori oleh Kenneth L. Price pada dasarnya hampir sama dengan
pandangan-pandangan Bloomfeld, sehingga aliran ini juga bersifat strukturalis,
tetapi juga antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dan sintaksis adalah
tagmem. Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan
sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling diperlukan untuk mengisi slot
tersebut. Apabila dihubungkan dengan aliran struktural, aliran ini lebih memfokuskan
pada tagmen.
Berdasarkan penjabaran mengenai
kekurangan dan kelebihan aliran struktural Ferdinand de Saussure dibanding
dengan aliran-aliran lainnya, dapat disimpulkan seperti di bawah ini.
Keunggulan dari aliran struktural adalah:
Ø aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem,
Ø metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan,
Ø kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima
masyrakat awam,
Ø level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan
kalimat, dan
Ø berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
Kelemahan dari aliran struktural adalah:
Ø bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas,
Ø metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran,
dang sangat menjemukan,
Ø proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis
dan mekanis padahal manusia bukan mesin,
Ø kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu
kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum,
Ø faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan
dalam analisis bahasa, dan
Ø objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak
menyentuh aspek komunikatif.
D.
Analisis
Kalimat Menurut Aliran Struktural Ferdinand de Saussure
Berdasarkan penjelasan pada subbab sebelumnya, yaitu mengenai ciri-ciri serta
kekurangan dan kelebihan aliran Struktural Ferdinand de Saussure, bahwa teori
Struktural ini mengacu pada 4 pokok bahasan, yaitu analisis sinkronik dan diakronik, langue dan parole, signifiant dan signifie, serta sintagmatik dan
paradigmatik.
Terdapat 5 kalimat yang akan dianalisis dalam
makalah ini, yaitu:
1.
Andris sering kali melupakan
salat 5 waktu.
2.
Ruang kelas ini dingin
sekali.
3.
Mereka berpendapat bahwa
Betti sangat cantik.
4.
Bapak tilem, kula siram.
5.
Ari sedang minum kopi di
kantin.
Jadi,
masing-masing kalimat yang telaakan
dibahas sesuai dengan keempat pokok bahasan dalam aliran
Struktural Ferdinand de Saussure.
1. Andris
sering kali melupakan salat 5 waktu.
a. Analisis
sinkronik dan diakronik
Secara sinkronik kalimat Andris sering kali melupakan salat 5 waktu tersebut hanya berlaku
pada waktu tertentu saja, yaitu tahun 2000-an ketika tuturan tersebut diucapkan.
Sedangkan secara diakronik kalimat tersebut dapat dianalisis dari sejak bahasa
Indonesia muncul hingga sekarang. Perbedaan yang signifikan sangat terlihat
ketika penggunaan bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah
merdeka, hingga masa sekarang.
b. Analisis
langue dan parole
Secara langue kalimat Andris sering kali melupakan
salat 5 waktu tersebut
di bermakna bahwa seseorang yang bernama Andris
telah melupakan shola lima waktu sebanyak lebih dari satu kali. Sedangkan
parole pada kalimat
tersebut merupakan ujaran yang disampaikan oleh Mas Eko
ketika mengakatakn bahwa Andris sering
kali melupakan salat 5 waktu.
c. Analisis
signifiant dan signifie
Signifiant
kalimat Andris
sering kali melupakan salat 5 waktu yaitu citraan bunyi yang diujarkan oleh
Pak Eko ketika diminta untuk membuat sebuah kalimat, sedangkan signifie dalam kalimat tersebut adalah makna
yang ditangkap oleh pendengar tuturan, bahwa seorang anak yang bernama Andris
memang suka tidak mengerjakan sholat lima waktu.
d. Analisis
sintagmatik dan paradigmatik
1)
Sintagmatik
Dari
segi sintagmatik, kalimat “Andris sering kali melupakan salat lima waktu” dapat
dikaji dalam tataran fonologis, morfologis, serta sintaksis.
Dalam
tataran fonologis, Kata Andris
susunan harus /a/ /n/ /d/ /r/ /i/ /s/. Jika susunan tersebut diubah /r/ /i/ /s/
/d/ /a/ /n/atau /d/ /r/ /a/ /s/ /i/ /n/, maka makna kalimat tersebut juga akan
berbeda. Susunan kata sering,
penulisannya harus urut /s/ /e/ /r/ /i/ /n/ /g/. Susunan kata kali harus urut /k/ /a/ /l/ /i/, kata melupakan
juga harus urut /m/ /e/ /l/ /u//p/ /a/ /k/ /a/ /n/. Begitu pula dengan
penulisan kata salat harus urut /s/
/a/ /l/ /a/ /t/, lima harus /l/ /i/
/m/ /a/, dan waktu juga harus /w/ /a/
/k/ /t/ /u/. Semuanya tidak boleh berpindah, harus sesuai dengan ujaran yang
diucapkan.
Dalam
tataran morfologis,
kata melupakan terbentuk dari kata
dasar lupa yang mendapat imbuhan me- dan akhiran -kan. Penulisan imbuhan me-
harus di awal kata dasar, sedangkan akhiran –kan harus di belakang. jadi tidk bisa jika dibalik menjadi kanlupame atau lupamekan.
Dalam
tataran sintaksis, kalimat “Andris sering melupakan salat 5 waktu” tersebut
memiliki susunan S P O K, yaitu Andris
sebagai subjek, melupakan sebagai
predikat, salat 5 waktu sebagai
objek, dan sering kali sebagai
keterangan. Susunan tersebut dapat diubah posisinya tanpa mengubah maksud dari
kalimat tersebut, misalnya:
Andris
sering kali melupakan salat 5 waktu
S K
P O
Sering
kali Andris melupakan salat
5 waktu
K S P O
2)
Paradigmatik
Dari
segi paradigmatik, kalimat “Andris sering kali melupakan salat lima waktu”
dapat dikaji dalam tataran fonologis, morfologis, serta sintaksis.
a)
Fonologis:
Fonem /s/ dalam
kata sering memunyai hubungan
paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /k/, /h/, /j/, /d/, /g/, /m/, /p/, dan /t/. Hal tersebut dapat dibuktikan pada contoh berikut.
/s/ ering : sering
/k/ ering : kering
/h/ ering : hering
/j/ ering : jering
/d/ ering : dering
/g/ ering : gering
/m/ ering : mering
/p/ ering : pering
/t/ ering : tering
Fonem /k/ dalam kata kali
mempunyai hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya,
seperti /g/, /j/, /l/, /n/, /s/, /t/, dan /w/. Hal tersebut dapat dibuktikan pada contoh berikut:
/k/ ali : kali
/g/ ali :
gali
/j/ ali :
jali
/l/ ali :
lali
/n/ ali :
nali
/s/ ali :
sali
/t/ ali :
tali
/w/ ali :
wali
Fonem /s/ dalam
kata salat mempunyai hubungan
paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /g/, /k/, /l/, /p/, dan /r/. Hal tersebut dapat dibuktikan pada contoh berikut:
/s/ alat : salat
/g/ alat : galat
/k/ alat : kalat
/l/ alat : lalat
/p/ alat : palat
/r/ alat : ralat
b)
Morfologis:
Morfem me- dalam kata melukis mempunyai
hubungan paradigmatik dengan morfem di- dan ter-. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
me-lupakan : melupakan
di-lupakan : dilupakan
ter-lupakan : terlupakan
c)
intaksis:
Kata-kata “salat 5 waktu” dalam kalimat contoh dibawah
ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata salat subuh, salat zuhur, salat asar, salat magrib, dan salat isya.
Ø Andris
sering kali melupakan salat 5 waktu
Ø Andris
sering kali melupakan salat subuh
Ø Andris
sering kali melupakan salat zuhur
Ø Andris
sering kali melupakan salat asar
Ø Andris
sering kali melupakan salat magrib
Ø Andris
sering kali melupakan salat isya
Kata “Andris” dalam
kalimat contoh dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata saya, dia, bapak, adik, dan kakak.
Ø Andris
sering kali melupakan salat 5 waktu
Ø Saya
sering kali melupakan salat subuh
Ø Dia
sering kali melupakan salat zuhur
Ø Bapak
sering kali melupakan salat asar
Ø Adik
sering kali melupakan salat magrib
Ø Kakak
sering kali melupakan salat isya
2. Ruang
kelas ini sangat dingin.
a. Analisis
sinkronik dan diakronik
Secara sinkronik kalimat Ruang kelas ini sangat dingin tersebut hanya berlaku pada waktu
tertentu saja yaitu tahun 2000-an ketika tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan
secara diakronik kalimat tersebut dapat dianalisis dari sejak bahasa Indonesia
muncul hingga sekarang. Perbedaan yang signifikan sangat terlihat ketika
penggunaan bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah
merdeka, hingga masa sekarang.
b. Analisis
langue dan parole
Secara langue
kalimat Ruang
kelas ini sangat dingin tersebut
bermakna bahwa sebuah ruang yang
ditempati oleh penutur saat itu berhawa sangat dingin.
Sedangkan parole pada kalimat tersebut merupakan
ujaran yang disampaikan oleh Novita ketika mengakatakan bahwa Ruang kelas ini sangat dingin.
c. Analisis
signifiant dan signifie
Significant
kalimat Ruang kelas
ini sangat dingin yaitu citraan bunyi yang diujarkan oleh Novita ketika
diminta untuk membuat sebuah kalimat, sedangkan signifie dalam kalimat tersebut adalah makna yang ditangkap oleh
pendengar tuturan, bahwa terdapat sebuah ruang yang sangat dingin dan ruang
tersebut merupakan ruang tempat penutur bertutur.
d. Analisis
sintagmatik dan paradigmatik
1) Sintagmatik
Dari
segi sintagmatik, kalimat “ruang kelas ini sangat dingin” hanya dapat dikaji
dalam tataran fonologis dan sintaksis. Hal ini disebabkan tidak adanya
pembentukan kata yang masuk dalam tataran morfologis.
Dalam
tataran fonologis, Kata ruang susunan
harus /r/ /u/ /a/ /n/ /g/. Jika susunan tersebut diubah /g/ /a/ /r/ /u/ /n/
atau /r/ /a/ /u/ /n/ /g/, maka makna kalimat tersebut juga akan berbeda.
Susunan kata kelas, penulisannya
harus urut /k/ /e/ /l/ /a/ /a/. Susunan kata ini harus urut /i/ /n/ /i/, kata sangat juga harus urut /s/
/a/ /n/ /g/ /a/ /t/. Begitu pula dengan penulisan kata dingin yang harus utut /d/
/i/ /n/ /g/ /i/ /n/.
Dalam
tataran sintaksis, kalimat “ruang kelas ini sangat dingin” tersebut hanya
memiliki susunan S P, yaitu ruang kelas
ini sebagai subjek, sangat dingin sebagai predikat. Susunan tersebut dapat
diubah posisinya tanpa mengubah maksud dari kalimat tersebut, misalnya:
Ruang
kelas ini sangat dingin
S P
Sangat
dingin, ruang kelas ini
P S
2) Paradigmatik
Dari
segi paradigmatik, kalimat “ruang kelas ini sanat dingin” hanya dapat dikaji
dalam tataran fonologis dan sintaksis. Hal ini disebabkan tidak adanya
pembentukan kata yang masuk dalam tataran morfologis.
a) Fonologis
Fonem /r/ dalam kata ruang mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /b/,
/j/, /l/, /s/ dan /t/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/r/ uang : ruang
/b/ uang : buang
/j/ uang : juang
/l/ uang : luang
/s/ uang : suang
/t/ uang : tuang
Fonem /k/ dalam kata kelas mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /b/,
/g/, /j/, /l/, /m/, /t/, /w/, dan /r/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai
berikut:
/k/ elas : kelas
/b/ elas : belas
/g/ elas : gelas
/j/ elas : jelas
/l/ elas : lelas
/m/ elas : melas
/t/ elas : telas
/w/ elas : welas
/r/ elas : relas
Fonem /i/ dalam kata ini mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /u/. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/i/ ni : ini
/u/ ni : uni
Fonem /s/ dalam kata sangat mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /b/,
/h/, dan /j/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/s/ angat : sangat
/b/ angat : bangat
/h/ angat : hangat
/j/
angat : jangat
b) Sintaksis
Kata “kelas” dalam kalimat contoh
dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata kamar, tamu, dan
dapur. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Ruang
kelas ini sangat dingin.
Ø Ruang
kamar ini sangat dingin.
Ø Ruang
tamu ini sangat dingin.
Ø Ruang
dapur ini sangat dingin.
Kata “dingin” dalam kalimat contoh
dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata panas, ramai, dan
sesak. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Ruang
kelas ini sangat dingin.
Ø Ruang
kelas ini sangat panas.
Ø Ruang
kelas ini sangat ramai.
Ø Ruang
kelas ini sangat sesak.
3. Mereka
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
a. Analisis
sinkronik dan diakronik
Secara sinkronik kalimat Mereka berpendapat bahwa
Betti sangat cantik tersebut hanya berlaku
pada waktu tertentu saja yaitu tahun 2000-an ketika tuturan tersebut diucapkan.
Sedangkan secara diakronik kalimat tersebut dapat dianalisis dari sejak bahasa
Indonesia muncul hingga sekarang. Perbedaan yang signifikan sangat terlihat
ketika penggunaan bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah
merdeka, hingga masa sekarang.
b. Analisis
langue dan parole
Secara langue kalimat Mereka berpendapat bahwa
Betti sangat cantik tersebut di bermakna bahwa ada sekumpulan orang yang berpendapat bahwa seorang
wanita yang bernama Betti itu cantik. Sedangkan parole pada
kalimat tersebut merupakan ujaran yang
disampaikan oleh Santy ketika mengakatakn bahwa Mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
c. Analisis
signifiant dan signifie
Significant
kalimat Mereka
berpendapat bahwa Betti sangat cantik yaitu citraan bunyi yang diujarkan
oleh Santy ketika diminta untuk membuat sebuah kalimat, sedangkan signifie dalam kalimat tersebut makna
yang ditangkap oleh pendengar tuturan, bahwa adalah menurut beberapa orang,
seserang yang bernama Betti sangat cantik parasnya.
d. Analisis
sintagmatik dan paradigmatik
1) Tataran
sintagmatik
Dari
segi sintagmatik, kalimat “mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik” dapat dikaji dalam tataran fonologis,
morfologis, serta sintaksis.
Dalam
tataran fonologis, Kata mereka
susunan harus /m/ /e/ /r/ /e/ /k/ /a/.
Jika susunan tersebut diubah /m/ /e/ /k/ /e/ /r/ /a/ atau /k/ /a/ /m/
/e/ /r/ /a/, maka makna kalimat tersebut
juga akan berbeda. Susunan kata berpendapat,
penulisannya harus urut /b/ /e/ /r/ /p/ /e/ /n/ /d/ /a/ /p/ /a/ /t/. Susunan
kata bahwa harus urut /b/ /a/ /h/ /w/
/a/, kata sangat juga harus urut /s/ /a/ /n/ /g/ /a/ /t/.
Begitu pula dengan penulisan kata cantik yang
harus utut /c/ /a/ /n/ /t/ /i/ /k/.
Dalam
tataran morfologis, kata berpendapat
terbentuk dari kata dasar pendapat
yang mendapat imbuhan ber-. Penulisan
imbuhan ber- harus di awal kata dasar, jadi tidak bisa jika dibalik menjadi pendapatber.
Dalam
tataran sintaksis, kalimat “mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik” tersebut
memiliki susunan S P O, yaitu mereka
sebagai subjek, berpendapat sebagai
predikat, bahwa Betti sangat cantik sebagai
objek. Objek dalam kalimat tersebut dapat dibagi lagi, yaitu Betti sebagai subjek, sangat cantik sebagai predikat. Susunan
kalimat tersebut tidak dapat diubah posisinya tanpa mengganti posisi kalimat
tersebut. Namun, untuk objek dalam kalimat tersebut dapat diubah letaknya
seperti terlihat di bawah ini.
Betti
sangat cantik
S P
Sangat
cantik, Betti
P S
2) Tataran
paradigmatik
Dari
segi paradigmatik, kalimat “mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik” dapat
dikaji dalam tataran fonologis dan sintaksis.
a)
Fonologi
Fonem /s/ dalam kata sangat mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /b/,
/h/, dan /j/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/s/ angat : saikngat
/b/ angat : bangat
/h/ angat : hangat
/j/ angat : jangat
Fonem /c/ dalam kata cantik mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /l/,
/m/, dan /p/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/c/ antik : cantik
/l/ antik : lantik
/m/ antik : mantik
/p/ antik : pantik
b)
Sintaksis
Kata “Mereka” dalam kalimat contoh
dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata kami, kalian, dan
kita. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Mereka
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
Ø Kami
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
Ø Kalian
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
Ø Kita
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
Kata “Betti” dalam kalimat contoh dibawah ini
mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata saya, dia, dan Siti. Hal ini dapat
dibuktikan sebagai berikut:
Ø Mereka
berpendapat bahwa Betti sangat cantik.
Ø Mereka
berpendapat bahwa saya sangat cantik.
Ø Mereka
berpendapat bahwa dia sangat cantik.
Ø Mereka
berpendapat bahwa Siti sangat cantik.
4. “Bapak tilem kula siram.”
a. Analisis
sinkronik dan diakronik
Secara sinkronik kalimat Bapak tilem kula siram tersebut hanya berlaku pada waktu tertentu
saja yaitu tahun 2000-an ketika tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan secara
diakronik kalimat tersebut dapat dianalisis dari sejak bahasa Indonesia muncul
hingga sekarang. Perbedaan yang signifikan sangat terlihat ketika penggunaan
bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah merdeka, hingga
masa sekarang.
b. Analisis
langue dan parole
Secara langue
kalimat Bapak
tilem kula siram tersebut
di bermakna bahwa ketika bapak dari seorang
anak tidur, anaknya tersebut sedang mandi. Sedangkan
parole pada kalimat tersebut merupakan ujaran yang
disampaikan oleh Mas Udin ketika mengakatakn bahwa Bapak tilem kula siram.
c. Analisis
signifiant dan signifie
Significant
kalimat Bapak tilem
kula siram yaitu citraan bunyi yang diujarkan oleh Mas Udin ketika diminta
untuk membuat sebuah kalimat, sedangkan signifie
dalam kalimat tersebut makna yang ditangkap oleh pendengar tuturan, bahwa adalah
ketika bapak dari seorang anak tidur, anaknya tersebut sedang mandi.
d. Analisis
sintagmatik dan paradigmatik
1) Tataran
sintagmatik
Dari
segi sintagmatik, kalimat “bapak tilem kula siram” hanya dapat dikaji dalam
tataran fonologis dan sintaksis. Hal ini disebabkan tidak adanya pembentukan
kata yang masuk dalam tataran morfologis.
Dalam
tataran fonologis, Kata bapak susunan
harus /b/ /a/ /p/ /a/ /k/. Jika susunan tersebut diubah /p/ /a/ /k/ /a/ /b/
atau /k/ /a/ /b/ /a/ /k/, maka makna kalimat tersebut juga akan berbeda.
Susunan kata tilem, penulisannya
harus urut /t/ /i/ /l/ /e/ /m/. Susunan kata kula harus urut /k/ /u/ /l/ /a/,. Begitu pula dengan penulisan kata
siram yang harus utut /s/ /i/ /r/ /a/ /m/.
Dalam
tataran sintaksis, kalimat “bapak tilem kula siram” tersebut merupakan kalimat
majemuk yang seharusnya memiliki konjungsi. Karena tidak adanya konjungsi, maka
tidak dapat dibedakan mana yang menjadi induk kalimat dan mana yang anak
kalimat. Namun keduanya sama-sama memiliki unsur S dan P, yaitu bapak dan saya sebagai subjek, sedangkan
tilem dan siram sebagai predikat.
Susunan tersebut dapat diubah posisinya tanpa mengubah maksud dari kalimat
tersebut, misalnya:
Bapak
tilem,
S P
Tilem bapak
P S
Kula
siram
S P
Siram
kula
P S
2) Tataran
paradigmatik
a)
Fonologis
Fonem /b/ dalam kata bapak mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /k/,
/c/, /l/, /p/, /r/ dan /t/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/b/ apak : bapak
/k/ apak : kapak
/c/ apak : capak
/l/ apak : lapak
/p/ apak : papak
/r/ apak : rapak
/t/ apak : tapak
Fonem /t/ dalam kata tilem mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /x/. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/t/ ilem : tilem
/x/ ilem : xilem
Fonem /s/ dalam kata siram mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /t/. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/s/ iram : siram
/t/ iram : tiram
b)
Sintaksis
Kata “kula” dalam kalimat contoh dibawah
ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata Betti, Icha, Santi, dan
Novi. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Bapak
tilem kula siram.
Ø Bapak
tilem Betti siram.
Ø Bapak
tilem Icha siram.
Ø Bapak
tilem santi siram.
Ø Bapak
tilem novi siram.
Kata “Bapak” dalam kalimat contoh
dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata ibu, mbah, adik,
mas, dan mbak. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Bapak
tilem kula siram.
Ø Ibu
tilem kula siram.
Ø Mbah
tilem kula siram.
Ø Adik
tilem kula siram.
Ø Mas
tilem kula siram.
Ø Mbak
tilem kula siram.
5. “Ari
sedang minum kopi di kantin.”
a. Analisis
sinkronik dan diakronik
Secara sinkronik kalimat Ari sedang minum kopi di kantin tersebut hanya berlaku pada waktu
tertentu saja yaitu tahun 2000-an ketika tuturan tersebut diucapkan. Sedangkan
secara diakronik kalimat tersebut dapat dianalisis dari sejak bahasa Indonesia
muncul hingga sekarang. Perbedaan yang signifikan sangat terlihat ketika
penggunaan bahasa Indonesia di zaman penjajahan Belanda, Jepang, setelah
merdeka, hingga masa sekarang.
b. Analisis
langue dan parole
Secara langue
kalimat Ari
sedang minum kopi di kantin tersebut
di bermakna bahwa seseorang yang bernama Ari sedang minum kopi di sebuah
kantin. Sedangkan parole pada kalimat tersebut merupakan ujaran yang disampaikan oleh Mas Andris ketika
mengakatakn bahwa Ari sedang minum kopi
di kantin.
c.
Analisis signifiant dan signifie
Significant
kalimat Ari sedang
minum kopi di kantin yaitu citraan bunyi yang diujarkan oleh Mas Andris
ketika diminta untuk membuat sebuah kalimat, sedangkan signifie dalam kalimat tersebut makna yang ditangkap oleh pendengar
tuturan, bahwa adalah seseorang yang bernama Ari sedang minum kopi di sebuah
kantin.
d. Analisis
sintagmatik dan paradigmatik
1)
Sintagmatik
Dari
segi sintagmatik, kalimat “Ari sedang minum kopi di kantin” hanya dapat dikaji
dalam tataran fonologis dan sintaksis. Hal ini disebabkan tidak adanya
pembentukan kata yang masuk dalam tataran morfologis.
Dalam
tataran fonologis, Kata Ari susunan
harus /a/ /r/ /i/. Jika susunan tersebut diubah /i/ /r/ /a/ atau /r/ /i/ /a/,
maka makna kalimat tersebut juga akan berbeda. Susunan kata sedang, penulisannya harus urut /s/ /e/
/d/ /a/ /n/ /g/. Susunan kata minum harus
urut /m/ /i/ /n/ /u/ /m/, kata kopi juga
harus urut /k/ /o/ /p/ /i/. Begitu pula dengan penulisan kata depan di yang harus /d/ /i/.
Dalam
tataran sintaksis, kalimat “Ari sedang minum kopi di kantin” tersebut memiliki
susunan S P Pel
K, yaitu Ari sebagai subjek, sedang minum sebagai predikat, kopi sebagai pelengkap, dan di kantin sebagai keterangan. Susunan
tersebut dapat diubah posisinya tanpa mengubah maksud dari kalimat tersebut,
misalnya:
Ari
sedang minum kopi di kantin
S P
Pel K
Sedang
minum kopi di kantin, Ari
P Pel K S
Di
kantin Ari sedang minum kopi
K S P
Pel
Sedang minum kopi
Ari di kantin
P Pel S
K
2)
Paradigmatk
a) Fonetik
Fonem /s/ dalam kata sedang mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /g/,
/k/, /l/, /m/, /p/, dan /w/. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/s/ edang : sedang
/g/ edang : gedang
/k/ edang : kedang
/l/ edang : ledang
/m/ edang : medang
/p/ edang : pedang
/w/ edang : wedang
Fonem /k/ dalam kata kopi mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /t/,
/s/, dan /p/. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/k/ opi :
kopi
/t/ opi : topi
/s/ opi : sopi
/p/ opi : popi
Fonem /k/ dalam kata kantin mempunyai
hubungan paradigmatik dengan fonem yang dapat menggantikannya, seperti /l/. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
/k/ antin : kantin
/l/ antin : lantin
b) Sintaksis
Kata “Ari” dalam kalimat contoh dibawah
ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata saya, dia, dan bapak. Hal
tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Ari
sedang minum kopi di kantin.
Ø Saya
sedang minum kopi di kantin.
Ø Dia
sedang minum kopi di kantin.
Ø Bapak
sedang minum kopi di kantin.
Kata “kopi” dalam kalimat contoh dibawah
ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata kopi, teh, susu, dan air.
Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Ari
sedang minum kopi di kantin.
Ø Ari
sedang minum teh di kantin.
Ø Ari
sedang minum susu di kantin.
Ø Ari
sedang minum air di kantin.
Kata “kantin” dalam kalimat contoh
dibawah ini mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata-kata dapur, teras, dan
kamar. Hal tersebut dapat dibuktikan sebagai berikut:
Ø Ari
sedang minum kopi di kantin.
Ø Ari
sedang minum kopi di dapur.
Ø Ari
sedang minum kopi di teras.
Ø Ari
sedang minum kopi di kamar.
E.
PENUTUP
1.
SIMPULAN
Berdasarkan
penjabaran secara singkat dan penganalisisan beberapa kalimat di atas, dapat
ditarik simpulan seperti di bawah ini.
a.
Linguistik struktural yang dicetuskan oleh Ferdinand de Saussure mampu
memformalisasikan dan mengeksplisitkan sesuatu yang terabaikan oleh pakar-pakar
linguistik sebelumnya (Aliran Tradisional). Aliran Struktural lebih
menitikberatkan pada pendeskripsian suatu
bahasa berdasarkan ciri sifat khas yang dimiliki bahasa tersebut.
b.
Ferdinand de
Sausssure Saussure (dalam Chaer, 1994: 346-347) berpandangan
bahwa dalam studi bahasa terdapat konsep-konsep dikotomis, yaitu:
1)
telaah sinkronik dan
diakronik,
2)
perbedaan langue dan parole,
3)
perbedaan significant dan signifie, serta
4)
hubungan sintagmatik dan
paradigmatik (fonologi, morfologi, dan siktaksis)
c. Keunggulan dan Kelemahan Aliran Struktural yaitu:
1)
Keunggulan
Aliran Struktural
Ø aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem,
Ø metode drill and practice membentuk keterampilan
berbahasa berdasarkan kebiasaan,
Ø kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman
sehingga mudah diterima masyrakat awam,
Ø level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem,
kata, frase, klausa, dan kalimat, dan
Ø berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.
2)
Kelemahan dari
aliran struktural adalah:
Ø
bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas,
Ø metode drill
and practice sangat memerlukan
ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan,
Ø proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis
dan mekanis padahal manusia bukan mesin,
Ø kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun
bisa benar jika dianggap umum,
Ø faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa, dan
Ø objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek
komunikatif.
d. Aliran
Struktural Ferdinand de Saussure mengenal adanya 4 dikotomi dalam bahasa. Pada
kelima kalimat yang menjadi bahan analisis hampir semua dapat dianalisis
berdasarkan konsep dikotomi Ferdinand de Saussure. Hanya kalimat Andris
sering kali melupakan sholat lima waktu yang dapat secara utuh dianalisis
berdasarkan konsep dikotomi aliran struktural, sedangkan yang lain ada beberapa
unsur dari konsep dikotomi yang tidak terpenuhi dalam kalimat tersebut,
sehingga tidak dapat dianalisis. Pada kalimat Ruang kelas ini sangat dingin, Bapak tilem kula siram, dan Ari sedang minum kopi di kantin tidak dapat
dianalisis dalam hubungan sintagmatik maupun paradigmatik pada tataran
morfologi. Sedangkan kalimat Mereka berpendapat bahwa Betti sangat cantik dapat dianalisis dalam hubungan
sintagmatik pada tataran morfologi, namun tidak untuk paradigmatik tataran
morfologi.
2.
SARAN
Peneliti bahasa perlu pendalaman yang matang mengenai teori linguistik dari aliran struktural ini.
Hal ini disebabkan aliran struktural merupakan aliran
yang paling kompleks dan mecakup hampir seluruh unsur kebahasaan, yaitu
fonologi, morfologi, dan sintaksis.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, Abdul. 1994. Linguistik
Umum. Jakarta: Rineka Cipta.
Robins, R.H. 1995. A Short
History of Linguistics.
London: Longman.
Kencono, Djoko. 1982. Dasar-Dasar Linguistik. Jakarta: UI Press.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Debdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar